Kombinasi pupuk kandang, pupuk kimia, dan mikrob hayati menjadikan diameter jabon mencapai 10 – 13 cm dalam 13 bulan

CIMG0083

Roni3

2219049__bibitjabonall

Pertama, kami ucapkan terimakasih kepada ASA Forestry selaku customer kami, dalam mensuply kebutuhan akan pupuk kandang kotoran sapi untuk penanaman POHON JABON oleh klien2 ASA Forestry, (http://www.hutanrakyat.com/index.php/asaforest/tentang-asa-forestry). Untuk lebih jelasnya kami meyadur dari tulisan rumahtani, hasil ujicoba dan engalaman beliau merupakan bekal kami untuk belajar mengembangkan industri Jabon di Indonesia.

Kombinasi pupuk kandang, pupuk kimia, dan mikrob hayati menjadikan diameter jabon mencapai 10 – 13 cm dalam 13 bulan. Jabon berumur setahun biasanya baru berdiameter 7 – 8 cm. Panen jabon pada tahun ke-5 pascatanam belum cukup cepat buat Raharjo, pekebun di Gunungputri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada umur 5 tahun, garis tengah jabon 30 – 40 cm. Dalam waktu sama, jati Tectona grandis baru 12 – 15 cm, ulin Eusideroxylon zwageri 7 – 9 cm, sedangkan meranti merah Shorea selanica masih kurang dari 10 cm. Itu sebabnya jabon Anthocephalus cadamba dijuluki fast growing species alias jenis cepat tumbuh.

Pekebun melakukan berbagai cara agar lebih cepat panen. Raharjo menargetkan panen pada tahun ke-4 penanaman, saat garis tengah batang minimal 40 cm dan tinggi tidak kurang dari 15 m. Menurut Hendrikus Setiawan, pekebun jabon di Wajak, Malang, Jawa Timur, perlu pohon berdiameter minimal 36 cm – alias lingkar batang 113 cm – dengan batang lurus sepanjang 10 m untuk mencapai volume 1 m3.. Itu berdasarkan asumsi bentuk batang lurus seperti pipa paralon. Diameter batang saat diukur setinggi dada (DBH, diameter at breast height, red.) lebih dari 40 cm.

Mikroba

Raharjo memberikan pupuk berlapis – pupuk kandang, pupuk kimia, serta mikrob hayati – untuk menggenjot pertumbuhan 16.500 batang jabon miliknya. “Sifat cepat tumbuh jabon baru muncul kalau pekebun merawat secara intensif. Tanpa perawatan, sudah untung kalau bisa panen di tahun ketujuh,” kata Dr Irdika Mansur MForSc, peneliti jabon di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sebelum menanam pada Oktober 2010, Raharjo membuat lubang tanam 50 cm x 50 cm x 50 cm lalu membenamkan 30 kg pupuk kandang – 1/4 bagian kotoran ayam; sisanya, kotoran kambing – dan 100 g pupuk NPK. Selanjutnya ayah 2 anak itu mengocorkan seliter larutan mikroorganisme lalu menutup pupuk kandang itu dengan tanah setebal 5 – 10 cm. Pemberian larutan mikroorganisme bertujuan mempercepat penguraian pupuk kandang. Tanpa itu, pupuk kandang perlu 2 – 4 minggu untuk terurai sempurna, tergantung jenisnya. Paling cepat pupuk asal kotoran sapi; terlama, kotoran kambing. Mula-mula Raharjo merebus seliter air hingga mendidih lalu menaburkan 1 kg gula pasir dan mengaduk sampai rata. Setelah dingin, ia menambahkan seliter mikroorganisme pekat dari botol, menambahkan air lagi sampai volumenya tepat 20 l, lalu menutup rapat.

Setelah 48 jam, larutan itu siap digunakan sebagai larutan induk. Raharjo mengambil seliter larutan itu lalu menambahkan air hingga mencapai volume 100 l. Selanjutnya larutan baru itu siap dikocorkan ke lahan atau disemprotkan ke tajuk. “Larutan induk cuma tahan simpan maksimum 5 hari,” kata karyawan perusahaan migas asing itu. Lebih dari itu mikrob sudah habis sehingga larutan tidak efektif lagi untuk meningkatkan kesuburan.

Selang 2 minggu, campuran pupuk menjadi serupa tanah tapi berwarna lebih gelap. Itu tanda penguraian sempurna, yang artinya lubang tanam siap digunakan. Selanjutnya Raharjo tinggal membenamkan bibit setinggi 25 – 40 cm dengan jarak antartanaman 2,5 m. Selain mengocorkan larutan mikroorganisme ke pupuk kandang sebelum penanaman, Raharjo juga menyemprotkan pupuk hayati per 2 minggu pascatanam sampai muncul tunas daun tingkat kedua – kira-kira saat tanaman berumur 3 bulan.

Pada bulan ke-6 pascatanam, Raharjo memupuk dengan 15 kg pupuk kandang dan 200 g NPK. Pupuk dimasukkan ke dalam parit di tengah lajur antartanaman selebar 30 – 40 cm dengan kedalaman 10 – 15 cm. Jarak dari tepi parit ke batang jabon hanya 1,05 – 1,1 m, “Kira-kira tepat di ujung akar,” ungkap Raharjo. Cara itu terbukti efektif: pada Januari 2012 atau 13 bulan pascatanam, lingkar batang mencapai 32 – 35 cm dengan tinggi 5 – 6 m. Raharjo berharap jabon dapat ditebang pada umur 4 tahun.

Nun di Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Zaini Lutvi juga mengandalkan mikrob untuk memacu pertumbuhan kadam. Tidak seperti Raharjo yang mengencerkan seliter larutan induk menjadi 100 l larutan, Zaini hanya mengencerkan sampai 20 l. Sebanyak 3.250 batang jabon umur 15 bulan di lahan 5 ha milik pria pelahiran Sukabumi 43 tahun silam itu pun tumbuh segar setinggi 6 – 7 m dengan garis tengah 8 – 12 cm.

Lain lagi Mochamad Insaf di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ia malah tidak menggunakan pupuk hayati buatan pabrik. Sebagai gantinya, ia menaburkan 10% cacahan batang pisang ke dalam campuran kompos. “Batang pisang mempertahankan kelembapan dan mampu menyimpan nutrisi dari pupuk,” kata Insaf. Menurutnya, sifat itu sekaligus menjadikan batang pisang sekaligus berfungsi sebagai “reaktor” mikrob, yang ujung-ujungnya mampu menyediakan hara lebih banyak. Pengalaman Insaf membuktikan bibit jabon tumbuh lebih cepat pada media tanam tanah bercampur cacahan batang pisang.

Itu dibuktikan oleh riset Helga Sugiarti di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Insitut Pertanian Bogor. Ia menggunakan kompos batang pisang untuk menanam bibit jabon umur 6 minggu pascasemai. Dibandingkan media campuran tanah dan pasir. Selang 2 bulan, bibit di media batang pisang mencapai tinggi 14 cm. Sedangkan tinggi bibit di media tanah pasir baru 8,9 cm. Wajar saja kalau jabon di lahan Insaf berukuran fantastis: diameter 17 – 20 cm dengan tinggi 11 – 12 m pada tahun ketiga pascatanam.

Rizosfer

Menurut Dra Selly Salma MSi, periset di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) Bogor, mikrob mampu memperbaiki kemampuan tanaman dalam menyerap pupuk dan bahan organik yang tersimpan dalam butiran tanah. Makhluk liliput itu bekerja di kedua sisi, tanah dan akar tanaman dengan membentuk kompleks mikro yang dinamakan rizosfer. Lingkungan itu menjadi kunci bagi pertumbuhan, bahkan kelanjutan hidup tanaman. “Kalau lingkungan rizosfer mendukung, tanaman bakal tumbuh baik,” kata Selly. Jika terjadi kebalikannya, tanaman akan merana bahkan sampai mati.

Dalam rizosfer, rambut akar menjadi daya tarik utama bagi bakteri, cendawan, serta cacing nematoda. Pasalnya, “Rambut akar membawa trigliserida sederhana hasil fotosintesis di daun,” kata Selly. Ibarat gula menarik semut, trigliserida itu mengundang “tamu” dari berbagai kalangan. Tentu saja tidak semua “tamu” itu bersahabat, sebagian malah merugikan. Contohnya bakteri Xanthomonas atau cendawan Phytophthora – keduanya biang keladi busuk akar. Saat itulah pupuk hayati berperan: memasok rizosfer dengan “tamu” bersahabat.

Mikrob asal pupuk hayati berfungsi membantu penyerapan nutrisi, air, atau mineral dari tanah serta mensintesis berbagai hormon seperti auksin dan sitokinin. Contohnya bakteri Rhizobium yang mengubah unsur N menjadi bentuk ionik yang siap diserap akar tanaman, atau bakteri jenis Enterobacter maupun Mycobacterium yang melarutkan unsur P. Saat rizosfer menguntungkan, para mikrob bakal berupaya mempertahankan kondisi itu. “Mereka tak segan menghabisi mikrob patogen yang mencoba singgah,” kata Prof Dr Iswandi Anas Chaniago, periset di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Itu menjadikan jabon yang diberi pupuk mengandung mikroba mampu tumbuh lebih cepat ketimbang cuma mengandalkan pupuk kimia. Permulaan 2010, sebelum menanam massal, Zaini pernah membandingkan langsung 2 batang jabon yang ditanam bersamaan. Salah satu diberi pupuk kandang bermikrob; lainnya, hanya mengandalkan NPK pabrik sejak pertama kali tanam. Bulan ketiga, tampak perbedaan mencolok. Pohon yang diberi pupuk bermikrob tumbuh setinggi 60 cm, sedangkan pohon yang hanya diberi NPK tingginya baru sekitar 30 cm.

Mikoriza

Pupuk hayati bukan sekadar cara memacu kadamba. Nun di Greged, Kabupaten Cirebon, 400 batang jabon di lahan 4.000 m2 kepunyaan Utuy Kuswanda, selamat dari ganasnya kemarau berkat pemberian mikoriza. Semua bermula gara-gara Utuy keburu nafsu untuk menanam jabon sampai-sampai abai terhadap musim.

Pengujung April 2011, karyawan sebuah BUMN di Kota Cirebon itu menanam jabon di lahan miliknya. Mula-mula ayah 3 anak itu menyiapkan lubang tanam berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm dengan jarak antarlubang 3 m. Selanjutnya ia memasukkan kompos asal kotoran kambing yang sudah dilayukan. Seminggu berselang, ia menaburkan 20 – 25 g mikoriza ke lubang tanam sebelum memasukkan bibit jabon setinggi 30 – 40 cm. Sebulan pascatanam, pohon-pohon belia itu pun terpanggang matahari kemarau lantaran hujan berhenti pada akhir Mei.

Periode 3 – 4 bulan berikutnya menjadi saat-saat paling menegangkan bagi pria kelahiran 45 tahun silam itu. Pada Juli – Agustus, kemarau mencapai puncak. Angin kumbang (angin fohn yang bertiup di daerah Cirebon dan sekitarnya, red.) yang kering bertiup siang dan malam. “Jabon di kebun tetangga yang tanam sebelum saya pun banyak mati kekeringan,” ungkap Utuy. Ia sempat berniat meminta air kepada penduduk sekitar. Namun niat itu diurungkannya lantaran penduduk sekitar pun kesulitan memperoleh air. “Boro-boro minta air untuk menyiram kebun,” tutur Utuy.

Jabon di kebunnya memang tampak layu pada siang hari. Namun, menjelang sore, daun itu kembali tegak. Itu terjadi setiap hari sampai akhirnya hujan turun kembali pada akhir Oktober. Total jenderal, cuma 5% atau 20 batang jabon yang mati akibat kemarau. Kondisi itu membuat Utuy nyaris pingsan saking gembiranya. Pasalnya, selama ini tanah itu cuma dimanfaatkan untuk menanam komoditas semusim pada musim penghujan. Apalagi lahan itu miring dengan elevasi 5 – 10o, yang membuat air segera meluncur ke tempat yang lebih rendah saat turun hujan. Kadamba yang sempat merana itu kini tumbuh subur setinggi rata-rata 1,5 m dengan diameter batang 5 – 7 cm.

Fakta itu tidak mengherankan bagi Dra Harmastini Sukiman MAgr, periset di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Bogor. Menurut Harmastini, mikoriza mampu menggantikan rambut akar dalam menyerap nutrisi dan air dari tanah. “Hifa mikoriza menembus akar sampai pembuluh xilem dan floem lalu menancap di sana,” kata Harmastini. Sementara ujung lain hifa menjalar ke dalam tanah, mengikat partikel air serta unsur hara, lalu membawanya langsung ke pembuluh xilem dan floem.

Hasilnya, saat kemarau – ketika rambut akar kesulitan menyerap air dan nutrisi – tanaman tetap mendapat pasokan dari hifa mikoriza. Harmastini menggambarkan pohon bermikoriza bagaikan memiliki “akar tambahan” dengan jangkauan 2 – 3 kali lebih jauh ketimbang akar tanaman itu sendiri. Efeknya, pertumbuhan cadam tree bakal ajek saat penghujan maupun kemarau. Mikoriza salah satu cara memacu pertumbuhan agar jabon bisa dipanen sebelum 5 tahun. Semua demi memenuhi dahaga pasar terhadap kayu yang tak pernah berakhir. (Argohartono Arie Raharjo)

About aryopurnomo

love, joy and peace for everyone
This entry was posted in Uncategorized and tagged , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment